Pantai pandawa terletak di desa Kutuh.
Masih asing dengan nama desa Kutuh ? Desa ini berbatasan dengan desa Kampial dan ungasan..
Lokasinya memang masih dekat dengan beberapa obyek wisata lain misalnya Nusa dua, GWK, Dreamland dan Uluwatu.
Bukit kapur sebagai ciri khasnya berkombinasi dengan pasir putih , mirip dengan pantai lain di sekitar area bali selatan lainnya.
Untuk mencapainya anda bisa lewat kampial, nusa dua ..
Dari arah nusa dua menuju Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali., atau masih satu arah dengan pemancar ANTV Di daerah kampial.
Plang Pantai pandawa cukup besar untuk dilihat pengunjung. Jalan menuju pantaipun sangat mulus.
Biaya masuk dihitung per kepala plus parkir mobil / sepeda motornya.
Kalau saya naik motor plus diri sendiri cukup 3000 rupiah. Mungkin karena muka asli Balinya.
Masuk Area obyek wisata , kesannya wow ..Bukit kapur memang dipotong untuk membuat jalan, dan di bukit dibuat sedikit rongga untuk patung patung Panca Pandawa,
Dulu pantai ini bernama pantai melasti kutuh atau Secret Beach , sesuai dengan fungsinya sebagai tempat upacara Melasti untuk area Kutuh , setelah adanya patung pandawa, namanya berubah menjadi Pantai Pandawa .
Parkir cukup representatif untuk motor, mobil bahkan bus.
Penjual makanan sudah disediakan stand untuk berjualan,.
Ada jagung bakar walau siang .
Wisatawan yang datang kesini ternyata cukup banyak dari mancanegara.
Salah seorang wisatawan yang sempat berbincang dengan saya berkebangsaan rusia, dan sudah bisa bahasa indonesia ..wow..dari dia saya jadi tahu bahasa Rusianya jagung : kukuruza ...emang kuku rusa bisa dimakan om ???
Wisatawan mancanegara datang kesini untuk berjemur,menikmati pantai yang panas dan berselancar.
Di balik hingar bingar dunia pariwisata, ada kehidupan lain masyarakat lokal di sini.
Di pinggir pantai, terdapat kelompok petani rumput laut, yang dalam bahasa balinya dikenal Bulung,
Dari cerita para petani ini,petani rumput laut di sini bisa dibilang kurang sejahtera.
harga rumput laut kering di sini hanya Rp.9.200/kg.
Proses yang dilewati pun tidak sedikit.
Rumput laut dijemur harus dalam cuaca cerah.. bisa dibayangkan jika cuaca hujan tiap hari,.
setelah keringpun, rumput laut harus dibersihkan dari kotoran lain selain rumput laut...
Petani yang saya jumpai semuanya relatif sudah berumur, dan dari cerita mereka, tanah tanah di sekitar pantai sudah dijual sekitar tahun 1990-an ke investor dengan harga yang murah.
Tapi dengan bijaksana bapak tua ini bicara lirih :'Investor tidak jahat, mereka mengerti peluang, Kita yang bodoh.. "
Lanjutkan menjemur bulung ya pak, saya masih ragu, apa anak cucu kita bisa melihat bulung beberapa tahun ke depan...
Pantai yang indah, kehidupan masyarakat lokal yang makin sulit. Ironi pariwisata..
No comments:
Post a Comment